Berandai-andai
Beberapa waktu yang lalu, disebuah warung kopi dengan tembok berwarna putih dipinggir jalan raya protokol Kota, seorang teman tiba-tiba memantik sebuah diskusi remeh temeh untuk memecah kesunyian. Beberapa yang sedang asyik dengan Handphone atau menonton siaran bola menoleh menyiratkan ketertarikan.
“Kalau lo dikasih pilihan, antara dapet 10 Miliar atau kembali ke 10 tahun yang lalu, mana yang akan lo pilih?”
Sontak semua mengangkat tangan dan tanpa ba-bi-bu, mereka menjawab dalam satu waktu bersamaan. Beberapa memilih 10 miliar dan sebagian memilih kembali ke 10 tahun yang lalu. Jika pilihan itu sungguhan, maka siapapun dirasa akan sulit untuk memilihnya. Memang 10 Miliar adalah angka yang sangat menggiurkan bagi siapapun, namun kembali ke 10 tahun yang lalu tak kalah menarik. Lantas apa yang aku pilih?
Orang bijak pernah berkata,”Uang bukanlah segalanya, tapi segala keputusan dalam hidup pasti membutuhkan uang”. Tentu jika dipikir kembali, angka 10 Miliar itu merupakan nominal yang sangat besar. Seseorang bisa membeli rumah mewah dibilangan Jakarta atau membeli 2 unit mobil mewah sekaligus. Akan tetapi untuk seorang pemuda berusia 21 Tahun dengan kemampuan pengelolaan uang yang masih payah, angka 10 Miliar rasanya tidak berarti apa-apa. Kekayaannya memang melimpah, tapi itu hanyalah bom waktu, sebelum akhirnya ia akan kembali pada kondisi hidup semula, akibat tidak bisa mengelola keuangan dengan baik.
Beberapa kasus seperti ini pernah terjadi, salah satunya dialami seorang warga negara Inggris bernama Michael Carroll yang secara tiba-tiba mendapat durian runtuh ditengah kehidupannya yang biasa-biasa saja. Pada awalnya ia hanya seorang pekerja biasa dengan upah 204 Poundsterling per-minggu. Namun kehidupannya berubah drastis setelah ia memenangkan lottere sebesar Rp 223 Milliar. Tentu ini adalah nominal yang sangat besar untuk seseorang dengan upah 204 Poundsterling per-minggu. Hanya saja, karena ia tidak memiliki kemampuan pengelolaan finansial yang cakap dan bingung akan digunakan untuk apa uang sebanyak itu, akhirnya ia menghamburkan uang tersebut secara percuma. Ia membeli rumah mewah namun tidak sekalipun dirawat, menghabiskan jutaan dollar untuk membeli mobil dan menyewa helicopter, dan seringkali mengadakan pesta yang menghabiskan Rp 7 Milliar setiap pelaksanaannya. Lagi-lagi itu adalah bom waktu. Pada akhirnya uangnya lenyap dengan sia-sia. Dan ia harus kembali menjalani hidup yang biasa-biasa saja dengan bekerja sebagai petugas kebersihan.
Melihat kasus tersebut, aku sadar bahwa kemampuan pengelolaan keuanganku kurang cakap. Sehingga jika memilih 10 Miliar, boleh jadi itu bukanlah suatu keberkahan, melainkan petaka. Lantas aku akan lebih memilih untuk kembali ke 10 tahun yang lalu. Karena perjalanan ke masa lalu akan jauh lebih bernilai dari pada pendapatkan 10 Milliar. Kenapa? Dengan kembali ke 10 tahun yang lalu, aku bisa memaksa diriku untuk berkembang dan menjadi pribadi yang lebih baik, memperbaiki kesalahan yang pernah dilakukan, meningkatkan skill, juga menambah pengalaman dibanyak bidang. Agar di 10 tahun kemudian, aku tidak hanya siap untuk menghasilkan 10 Milliar, melainkan lebih dari pada itu.
Memang ini hanya andai-andai saja, dan siapapun tau perjalanan ke masa lalu itu merupakan sesuatu yang mustahil. Namun yang perlu diingat, uang selalu bisa dicari, tapi waktu tak akan pernah bisa terulang.
Komentar
Posting Komentar